Gas Subsidi 3Kg Langka, CIC Ungkap Modus dan Kunci Atasi Kelangkaan

Payakumbuh, Kliksumatra.com — Ketua Bidang Investigasi, DPW Corruption Investigation Commitee (CIC) Sumbar Riau, Syafri Ario menanggapi soal kelangkaan Gas LPG Subsidi 3 Kg di beberapa daerah di Sumatera Barat. Menurutnya untuk mengatasi kelangkaan sebenarnya gampang jika pertamina dan pemda ada kemauan. Kuncinya adalah keterbukaan data Agen dan Pangkalan.

“Kenapa keterbukaan karena jika pertamina memang ada iktikad baik untuk memperbaiki tata kelola distribusi gas subsidi tinggal dibuka data, seperti alokasi, alamat agen dan pangkalan, sehingga masyarakat mengetahui kemana mereka akan membeli secara resmi,” kata Syafri Ario yang juga Ketua SMSI Luak 50 tersebut, Minggu (11/6/23).

Di Payakumbuh kata Syafri Ario, saat diminta Disperindag melempar ke Bagian Perekonomian (Perek) Pemko Payakumbuh. Padahal Disperindag harusnya siap dengan data tersebut. Perek sendiri juga tidak siap data itu.

Mereka mengaku belum ada data lengkap sehingga harus memverifikasi dan merekap kembali. Ia mengaku tidak mendapatkan data lengkap dari Pertamina. Sehingga saat diminta mereka tampak panik untuk merekapnya.

Sementara itu Pertamina juga terkesan tertutup. Seharusnya saat diwawancara wartawan ia siap untuk membuka alokasi per agen dan alamatnya.

Jika tak ada indikasi main mata pertamina harus terbuka maka peluang penyalahgunaan distribusi gas subsidi akan bisa diminimalisir.

Selain itu dukasi dan sosialisasi juga harus berjalan. Konsumen gas subsidi diminta membeli ke pangkalan resmi dan pangkalan tidak boleh menjual selain ke pemakai langsung yakni rumah tangga miskin dan UMKM kecil.

Syafri Ario juga mengungkap modus penyalahgunaan gas subsidi 3 kg di lapangan. Ia bahkan menemukan agen berani secara terang-terangan menjual gas subsidi tidak ke pangkalan resmi.

“Ada bukti kami peroleh armada salah satu agen menurunkan gas subsidi di luar alamat pangkalan yang resmi, memindahkan ke mobil lain atau menumpuk di tempat tertentu,” ungkapnya.

Kemudian modusnya lagi pangkalan tidak menjual di area sekitarnya malah menjual ke daerah lain mengharapkan keuntungan lebih dari penjualan.

“Alokasi gas 3 kg ini tiap tahun meningkat namun tetap ada kelangkaan, dan distribusi dari pertamina sesuai kuota namun pas di titik agen dan pangkalan hingga pengecer disinilah terjadi penyalanggunaan,” ujarnya.

Pangkalan juga menjual ke kios atau pengecer dalam jumlah banyak akhirnya gas di tingkat pangkalan habis dan masyarakat yang seharusnya memperoleh gas subsidi tidak dapat jatah lagi.

Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 104 Tahun 2007 Tentang Penyediaan, Pendistribusian Dan
Penetapan Harga LPG Tabung 3 Kilogram, pada Pasal 3 menyebutkan bahwa : “Penyediaan dan pendistribusian LPG Tabung 3 Kg hanya diperuntukkan bagi rumah tangga dan usaha mikro “.

“Di tingkat pengecer harga menjadi mahal, dan ini memang di luar kontrol pertamina tapi tanggung jawab pemda. Pertamina hanya bertanggung jawab distribusi Agen dan Pangkalan,” ungkapnya.

Selain itu ada lagi modus dengan pemindahan isi gas subsidi 3 kg ke tabung non subsidi, 12 kg, 16 kg, 50 kg karena disparitas harga. Kemudian dijual dengan harga non subsidi. Disparitas harga itu membuat keuntungan berlipat-lipat.

“Aparat penegak hukum disini biasanya bersifat pasif dalam menangani permasalahan terkait tindak
pidana penyimpanan gas LPG 3 kg, dimana aparat penegak hukum menunggu adanya
laporan dari masyarakat untuk menindak lanjuti proses hukum, akan tetapi tindak
pidana ini bukan merupakan delik aduan,” jelasnya.(Jun)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *